Langsung ke konten utama

Makna Otonan dalam Hindu

                                OTONAN


Otonan salah satu bagian
upacara Manusia Yadnya, yang
tujuanya untuk memperingati
hari kelahiran manusia bagi umat
Hindu di Bali, prosesi tersebut
bertujuan untuk kemuliaan dan
persembahan kesucian lahir
dan bathin seorang manusia,
persembahan tersebut dilakukan
setiap 6 bulan sekali (210 hari).
Bali terutama dengan keberadaan
umat Hindu memiliki sejumlah
upacara atau persembahan, yang
dikenal dengan sebutan Panca
Yadnya, yaitu 5 persembahan
suci yang tulus iklas,
persembahan tersebut ditujukan
kepada lda sang Hyang Widi,
para leluhur, kepada para Rsi
atau guru, persembahan untuk
kesucian lahir batin Manusia dan
persembahan kepada para Bhuta
kala dan makhluk bawahan.
Dan salah satu bagian kecil dari
upacara tersebut adalah otonan,
yang merupakan bagian dari
persembahan untuk kesucian
manusia termasuk dalam
upacara Manusia Yadnya.
Upacara persembahan untuk
kesucian lahir dan bathin bagi
manusia yang hidup didunia ini,
ada beberapa macam, mulai
upacara dari terbentuknya
benih-benih kehidupan manusia
di dalam kandungan sudah
diberikan persembahan..
upacara pada manusa yadnya
diantaranya upacara bayi
dalam kandungan (megedong-
dedongan), upacara Kepus puser,
Tutug kambuhan (umur 42 hari),
Nyambutin (3 bulanan/105 hari),
Otonan (6 bulananin/210 hari),
Ngraja Sewala/Ngraja Singa
meningkat remaja),
Metatah (potong gigi) dan
Wiwaha (perkawinan).
Upacara Otonan Hari Kelahiran
Menurut Hindu
Secara etimologi, peringatan
hari lahir atau ulang tahun bagi
seseorang yang beragama Hindu
diperingati setiap 210 hari (6
bulan) sekali, adapun dasar
perhitungan hari lahir tersebut
sesuai dengan perhitungan Sapta
Wara, Panca Wara dan Wuku
salah satu contohnya hari lahir
seseorang pada hari saniscare
(Saptawara), umanis (panca
wara), medangsia (wuku).
Berbeda dengan hari lahir
didasarkan perhitungan kalender
Masehi yang datangnya setiap
satu tahun sekali (365 atau 366
hari), bagi pandangan agama
Hindu, perayaan ulang tahun
masehi tersebut hanya bersifat
seremonial saja, berbeda dengan
Otonan yang sarat nilai spiritual
dan rohani.
Bagi umat Hindu, tentunya
perayaan hari Otonan tersebut
adalah hal prioritas dibandingkan
dengan perayaan Ultah, bahkan
otonan tersebut tidak perlu
besar dan mewah, tidak butuh
biaya banyak, yang terpenting
adalah nilai rohaninya, karena
banyak makna filosofi dalam
perayaan otonan tersebut.
Karena pada saat otonan itulah,
kita manusia memanjatkan puja
kepada Sang Hyang Pencipta
atau Parama atman sebagai jiwa
semua makhluk hidup, karena
roh dan jiwa yang ada pada
tubuh bisa menjelma menjadi
seorang manusia, serta saat
itulah manusia memohon berkah
bagi atman atau jiwa untuk
kesejahteraan dan keselamatan
dalam mengarungi kehidupan.
Hari pertama upacara otonan
pada manusia tentunya saat
anak tersebut berumur 6 bulan
(210 hari), karena ini merupakan
peringatan hari lahir, maka
dilakukan secara terus menerus
setiap 6 bulan sekali, sepanjang
seseorang masih hidup, bahkan
sampai tua dan kakek-nenek.
Penerapan upacara agama Hindu
seperti juga perayaan Otonan,
selain berdasarkan sastra agama
yang bersumber pada lontar-
lontar kuno, juga berdasarkan
dengan desa (tempat), kala
(waktu) dan patra (keadaan)
seseorang tersebut berada,
sehingga pelaksanaannya
terkadang sedikit berbeda.
Seperti saat ada yang dilakukan
dengan skala upacara yang
lebih besar dan meriah pada
saat menginjak 1 oton, 3 oton
atau saat menek daha truna
(menginjak dewasa).
Budaya dan tradisi Hindu ini
memang sangat penting bagi
kehidupan manusia, walaupun
dalam kehidupan modern, otonan
tersebut terkadang ditinggalkan
apalagi ada pemahaman
seorang wanita yang sudah
menikah tidak lagi melakukan
otonan, itu pemahaman yang
keliru, karena upacara otonan
itu untuk semua orang baik itu
laki dan perempuan, tua dan
muda, karena menurut lontar
Dharma Kahuripan dan Jatma
Prawerthi, bahwa lda Hyang Siwa
menganugerahkan kepada lda
Bhatara Surya untuk menerima
segala persembahan manusia
setiap ada perubahan status.
Nah dalam otonan tersebut
manusia bertambah umur dan
bertambah tua yang tentunya
statusnya berubah dan wajib
melakukan persembahan
walaupun dalam skala kecil,
untuk itulah upacara otonan
wajib bagi manusia tersebut.
Sarana Banten Upacara Otonan
Dalam upacara otonan, beberapa
banten yang dipersembahkan
diantaranya banten pejati,
sesayut pawetuan, dapetan,
canang sari. Pada saat upacara
otonan tersebut secara simbolis
dipakaikan gelang putih, kata
benang memiliki konotasi
"beneng" yang berarti lurus,
sedangkan warna putih berarti
suci, diharapkan dalam otonan
tersebut selalu mendapatkan
jalan yang lurus dan mudah
dengan dasar kesucian.
Dalam pelaksanaan dan
penentuan hari otonan menurut
kalender Bali dan kalender Isaka
tentu berbeda dengan kalender
Masehi. Dalam kalender Isaka
pergantian hari berikutnya
dimulai saat matahari terbit
yaitu jam 6 pagi sampai jam
6 pagi esok harinya, sama
seperti penentuan atau durasi
seperti penentuan atau durasi
pelaksanaan hari raya Nyepi.
Berbeda dengan pergantian
hari dalam kalender Masehi,
penentuan hari berikutnya
dimulai setelah jam 12 malam.
Jadi perlu dipahami dalam
penentuan hari raya Otonan bagi
umat Hindu, terutama mereka
yang lahir saat dini hari (misalnya
jam 3 pagi) dalam kalender
Bali masih masuk pada hari
sebelumnya, sedangkan Masehi
sudah termasuk hari berikutnya.
Rahajeng Otonan cening Bagus
Mewat Kawat Mebalung Besi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa perbedaan Pandita dan Pinandita ?

PERBEDAAN PANDITA DAN PINANDITA Pandita dan Pinandita secara umum dikenal dengan nama orang suci, Yaitu seseorang yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan upacara baik dalam skala besar maupun skala kecil.. Orang suci juga dapat diartikan sebagai orang yang mampu menerima getaran-getaran gaib, memiliki mata batin dan dapat memancarkan kewibawaan rohani, serta dapat mewujudkan ketenangan dan penuh welas asih yang di sertai kemurnian lahir dan batin dalam mengamalkan ajaran agama. Apa yang membedakan Pandita dan Pinandita??? Pengertian Pandita Pandita adalah golongan orang suci yang telah dwijati yaitu orang suci yang melakukan penyucian diri tahap lanjut atau madiksa.  Orang yang telah melaksanakan proses madiksa disebut orang yang lahir dua kali.  Kelahiran yang pertama dari kandungan ibu, sedangkan kelahiran kedua dari kaki seorang guru rohani (Dang Acarya) atau Nabe dan  Setelah melakukan proses madiksa, orang suci tersebut diberi gelar Sulinggih atau Pandita.. Pandita

Apa makna sampian peras ?

                        SAMPIAN PERAS  Sampian peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma. Sampian peras termasuk sampian metangga memiliki sisiknya 8 dibawah dan diatas memakai reringgitan, Sedangkan yg dibawahnya memakai seriuk, diantara bidang bawah dan bidang atas memiliki tangga terdiri dari 4 buah lidi,dengan isernya purwa daksina arah jarum jam, dengan demikian sampian peras memiliki makna sebagai berikut, memiliki sisiknya 8 sebagai simbol 8 kemaha kemuliaan hyang widhi astaaiswarya, memiliki iseh kekanan mengandung simbol tujuan menuju alam suniaamerta, memiliki 4 tangkai lidi sebagai tangganya adalah merupakan simbol kekuatan ajaran catur yoga,dalam arti untuk mencari alam suniaamerta, sesungguhnya dengan cara menyatukan pelaksanaan arti ajaran catur yoga yaitu -ajaran

Apa itu banten ajuman (Sodaan) ?

AJUMAN (SODAAN) Ajuman disebut juga soda (sodaan) dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan lain-lain. Bila ditujukan kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning, disebut “perangkat atau perayun” yaitu jajan serta buah-buahannya di alasi tersendiri, demikian pula lauk pauknya masing-masing dialasi ceper /ituk-ituk, diatur mengelilingi sebuah penek yang agak besar. Di atasnya diisi sebuah canang pesucian, canang burat wangi atau yang lain. Fungsi : Sarana yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi). Dalam mempersembahkan banten Soda/Ajuman ini bisa berdiri sendiri, atau dipersembahkan bersama kedalam suatu banten tertentu, misalnya untuk melengkapi banten pejati, menjadi bagian dalam banten ayaban tumpeng lima, tumpeng pitu, dan sorohan banten lainnya. Mantra: Saat menghaturkan banten Soda/Ajuman dapat menggunakan mantra  "Om Atma tatwatma suddh