TUMPEK WAYANG
Tumpek Wayang adalah rangkaian dari hari suci Tumpek yang jatuh setiap 6 bulan sekali (210 hari) . Di hari suci ini, umat Hindu akan melaksanakan upacara yang ditujukan kehadapan Tuhan sebagai manisfestasinya sebagai Dewa Cuaca (Dewa Iswara) untuk memohon keselamatan dan kerahayuan umat. Tumpek Wayang juga bermakna dengan hari kesenian karena di hari ini dipercayai sebagai hari lahirnya berbagai jenis alat kesenian seperti: gong, gender, wayang, barong dan sebagainya.
Tumpek Wayang merupakan cerminan dimana dunia diliputi hal-hal yang negatif. Manusia akan diliputi oleh kegelapan, kebodohan, keangkuhan dan keangkaramurkaan sehingga Dewa Siwa akan mengutus Sanghyang Samirana untuk turun ke dunia dan akan menjadi seorang mediator untuk memberikan kekuatan positif kepada manusia untuk menjalankan aktivitasnya. Mediator ini kita kenal sebagai Dalang.
Dewa Iswara juga akan memberikan kekuatan kepada seorang dalang yang disebut dengan taksu. Dengan kekuatan ini, seorang dalang akan mampu mempertunjukan pementasan wayang dengan cerita yang penuh dengan filsafat humor, kritik, saran dan realita yang terjadi di kehidupan sehari-hari sehingga yang menonton pertunjukan ini akan mensugesti dirinya dengan energi-energi yang positif. Diharapkan dengan adanya energi positif ini akan menyeimbangkan fisik dan mental spiritual dalam diri manusia.
Ada cerita menarik menurut kepercayaan orang Bali khususnya tentang anak-anak yang lahir bertepatan dengan Tumpek Wayang. Mereka meyakini anak-anak yang lahir di hari tersebut harus diupacarai dengan upacara yang cukup besar salah satunya dengan pementasan Wayang Sapuh Leger. Tujuan dari upacara ini adalah agar anak-anak tersebut terhindar dari gangguan Dewa Kala.
Dalam lontar Sapuh Leger disebut, Dewa Siwa memberikan izin kepada Dewa Kala untuk memakan anak-anak yang lahir di wuku Wayang. Demi keselamatan anak-anak tersebut, harus dilakukan upacara dengan dibersihkan dengan tirta Wayang Sapuh Leger (Sapuh= membersihkan, Leger= tercemar atau kotor).
Komentar
Posting Komentar