BENANG TRI DATU
Agama Hindu memiliki banyak simbol dalam menjalankan agamanya. misalnya seperti penggunaan benang Tri Datu sebagai gelang.
Bagi umat Hindu, benang Tri Datu atau yang sering disebut Sri Datu, berasal dari dua kata yakni kata tri yang berarti tiga, dan datu yang berarti kekuatan, jadi Tri Datu berarti tiga kekuatan. Tiga kekuatan yang di maksud adalah kekuatan dari tiga Dewa utama dalam agama Hindu, yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa.
Tri Datu memiliki tiga warna yakni merah, putih dan hitam yang menjadi lambang tiga kekuatan. Dewa Brahma dengan aksara suci Ang, memiliki urip 9 dengan sakti Dewi Saraswati, disimbolkan dengan warna merah. Dewa Wisnu dengan aksara suci Ung, memiliki urip 4 dengan sakti Dewi Sri, dengan simbol warna hitam. Dewa Siwa dengan aksara suci Mang, memiliki urip 8 dengan sakti Dewi Durga, disimbolkan dengan warna putih.
Ketiga aksara ini yaitu Ang, Ung, Mang bila disatukan akan menjadi aksara AUM yang bila diucapkan menjadi OM. Aksara pranawa OM merupakan aksara suci umat Hindu serta memiliki nilai magis yang luar biasa sebagai simbol dari Ida Sanghyang Widi Wasa.
Pada hakikatnya, benang Tri Datu merupakan salah satu aktualisasi diri dalam memuja Tri Murti.
Dalam ajaran agama Hindu Tri Murti adalah tiga kekuatan Sang Hyang Widhi Wasa dalam menciptakan, memelihara, dan mengembalikan pada asalnya alam beserta isinya.
Salah satu sastra yang membahas tentang penggunaan benang Tri Datu dalam ritual keagamaan Hindu adalah Lontar Agastya Parwa.
Dimana dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, benang Tri Datu untuk manusia digunakan sebagai sarana perlindungan dari kekuatan negatif, sehingga manusia bisa terhindar dari hal-hal negatif dan bisa berfikir lebih bijaksana.
Selain itu, benang Tri Datu digunakan sebagai alat atau media penghubung antara pemuja dan yang dipuja, sehingga benang Tri Datu pada awalnya adalah sebuah pica (Anugrah) dari beberapa pura seperti Pura dalem Ped yang berlokasi di Nusa Penida.
Dilihat dari sejarah penggunaan benang Tri Datu, hampir semua kegiatan keagamaan dalam Panca Maha Yajna pelaksanaannya memakai benang Tri Datu. Mulai dari upacara Dewa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Pada awalanya Pura Dalem Pedlah yang pertama kali menganugrahkan gelang Tri datu kepada pemedek yang tangkil ke Pura, lalu seiring dengan perkembangan, akhirnya hampir seluruh Pura di Bali saat ini menganugrahkan benang Tri datu kepada para pemendek yang datang.
Jalinan benang Tri Datu pun tidak boleh sembarangan. Jalinan benang Tri Datu ini bisa dikatakan benar bila ukuran benangnya sama dan dijalin saling ikat bukan terlepas begitu saja, atau bukan dijalin seperti jalinan rambut. Benang Tri Datu bagi masyarakat Hindu juga difungsikan sebagai sarana dan prasarana upacara keagamaan.
Dalam upacara Butha Yajna, benang Tri Datu dipakai pamogpog (pelengkap) atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan. Untuk pelaksanaan upacara Rsi Yajna juga memakai benang Tri Datu yang digunakan sebagai slempang pada tubuh yang di diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya.
Sedangkan pada upacara Manusa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai lambang panugrahan. Memakai benang pawitra berwarna Tri Datu bermakna pengikatan diri terhadap norma-norma agama. Sedangkan pada upacara Pitra Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai panuntun atma yang telah meninggal
Komentar
Posting Komentar